Wednesday, February 11, 2009

Putus Karena Prasangka

Mungkin selama ini hubungan Islam dengan "Dunia Barat" memang selalu diwarnai oleh rasa curiga. Biar bagaimanapun, prasangka sejarah adalah hal yang sulit dihapuskan. Tapi, keadaan memburuk dengan drastis pasca serangan 11 September. Pusat-pusat kegiatan Islam dan properti milik Muslim diserang, orang-orang Islam disumpahserapahi, dan mobilitas orang-orang yang beragama Islam atau bernama ke-Arab-araban dibatasi.

Sebagai penduduk sebuah negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, aku tak pernah merasakan diskriminasi itu (meskipun, tak bisa dipungkiri, diskriminasi yang membatasi kebebasan untuk menjalankan keyakinan masih ada di negara ini). Intinya, aku gak pernah merasa dipersulit atau dibuat tidak nyaman karena agamaku Islam. Tapi kemudian, untuk pertama kalinya, aku merasakan diriku dijauhi, kemungkinan karena aku adalah seorang Muslim.

Ceritanya nih, aku punya seorang pen pal (oke lah, terjemahannya "sahabat pena", tapi menurutku kata "sahabat" terlalu berlebihan). Kami sudah saling berkirim surat--via internet--sejak 2006. Yang kami tuliskan dalam surat-surat kami hanyalah seputar kegiatan sehari-hari, tidak ada diskusi politik ato kehidupan pribadi.

Nah, temanku ini orang Midwest, daerah yang jauh kurang liberal dibandingkan dengan pantai Barat atau yang semacamnya. Aku tahu dia punya teman yang suaminya bertugas di Irak. Menyinggung bahwa aku tidak senang dengan kebijakan negaranya yang menyerbu Afghanistan dan Irak adalah tindakan yang sangat tak bijaksana, jadi aku tak pernah melakukannya. Lagi pula, yang kubenci adalah kebijakan AS, bukan orang per orangnya. Dan soal tentara-tentara yang dikirim ke luar negeri, aku kasihan kepada mereka karena menurutku mereka benar-benar dikadalin.

Setelah bergabung dengan Facebook dua bulan lalu, kuputuskan untuk mengirim undanganku kepadanya. Ini bukan hal yang istimewa, soalnya dia juga beberapa kali mengirimi aku undangan ke Goodreads, dsb. Sejak saat itu, korespondensi di antara kami terhenti. Memang sih, kadang-kadang surat cuma datang sebulan sekali, tapi ini udah lebih dari sebulan. Apalagi, biasanya dia yang lebih rajin ngirim surat daripada aku (soalnya aku gak punya bahan yang menarik buat diceritain sih). Aku tahu dia mestinya gak sibuuuuk banget sampe-sampe gak bisa ngirim surat karena dia masih sering nongol di forum pen pal yang kami ikuti.

Satu-satunya penjelasan yang bisa kupikirkan adalah: dia dapet undanganku, ngeliat profilku di Facebook (dengan foto diriku yang berjilbab), dan syok. Mungkin dia adalah satu di antara banyak orang Amerika yang berprasangka buruk terhadap Islam dan gak mau berurusan dengan umat Muslim. Seandainya itu benar, aku sangat menyayangkannya. Aku mungkin sebaiknya cuek aja, kalo dia memutuskan untuk berpandangan cupet, itu masalahnya sendiri kan?!

Tapi, kehilangan teman tetap saja merasa menyedihkan, apalagi karena penyebabnya adalah sesuatu yang "nggak banget" seperti prasangka buruk.

1 comment:

  1. ya emang kehilangan teman emang sangat menyedikhkan...

    ReplyDelete