Wednesday, February 11, 2009

Botchan (Natsume Soseki) bag.1

Pertarungan antara kebajikan versus kejahatan adalah salah satu topik paling standar dalam cerita-cerita. Biasanya tidaklah susah membedakan orang baik dan orang jahat. Si baik selalu berbudi luhur, baik hati, dan tidak mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, si jahat tidak bermoral, keji, dan serakah. Masalahnya, mengetahui yang mana yang "baik" dan yang mana yang "jahat" di dunia nyata gak semudah itu.

Botchan karya Natsume Soseki menunjukkan dilema tersebut: Gimana ngebedain orang "baik" dan orang "jahat"? Lalu, apa yang harus dilakukan terhadap si "jahat"? Bilamana kita menjumpai keadaan yang gak sesuai dengan idealisme kita, haruskah kita melawan atau menyerah aja?

Kisahnya tentang masa tinggal seorang pemuda di sebuah kota kecil, interaksinya dengan orang-orang di sana, dan kejadian-kejadian yang dialaminya. Nama sang karakter utama tak pernah disebut sepanjang jalannya cerita. Jadi, kita sebut saja dia Botchan (alias "Tuan Muda"). Soalnya, begitulah pelayannya memanggil dirinya (rekan kerjanya juga menjulukinya seperti itu, meskipun dalam hal ini panggilan tersebut merupakan olok-olok).

Selepas lulus dari Sekolah Tinggi Fisika di Tokyo, dia mendapat tawaran untuk mengajar di sebuah SMP di Pulau Shikoku. Berhubung dia gak tau mau ngapain setelah lulus, diterimanya saja pekerjaan itu.

Karena dia orang Tokyo, banyak aspek kehidupan kota kecil yang tak biasa baginya. Misalnya saja saat menyewa kamar di sebuah penginapan, dia dikasih kamar yang benar-benar jelek, padahal masih banyak kamar kosong yang bagus di lantai atas (si pemilik ngakunya semua kamar udah penuh). Ternyata, penyewa harus ngasih uang muka supaya dapat memperoleh pelayanan yang prima. Kalo enggak, ya kayak dia deh. Kenapa pemilik penginapan gak langsung minta uang aja, coba? Selain itu, tampaknya semua orang saling tahu urusan masing-masing. Buktinya, murid-murid tahu bahwa dia mampir ke warung ramen dan dango, tahu berapa mangkok ramen dan berapa tusuk dango yang dimakannya, dan mengejeknya karena itu. Rese amat sih? Suka-suka orang dong, mau makan apa aja?!

Selain murid-murid rese yang suka lempar batu sembunyi tangan (sikap yang sangat dibenci Botchan), dia juga berhadapan dengan sejumlah rekan kerja yang "enggak banget" (menurut dia). Harap diingat, Botchan ini orangnya "lurus"--atau bisa juga disebut idealis--dan blak-blakan. Dia tipe orang yang gak segan-segan mencela karakter buruk orang lain, tapi juga gak ragu-ragu untuk minta maaf apabila dia salah. Masalahnya, orang "lurus" kayak dia kadang-kadang gak nyadar bahwa orang lain tuh gak seperti dia. Jadi, saat salah seorang guru yang dijulukinya Akashatsu ("Baju Merah", soalnya pakaiannya serba merah) memberi tahu Botchan bahwa guru bernama Hotta-lah (yang dijulukinya Yamaarashi atau "Landak") yang membuat Botchan jadi bulan-bulanan para murid dalam insiden dango dan ramen, Botchan langsung percaya. Padahal....

Catatan: Sistem penamaan di sini bergaya Jepang, Natsume = nama keluarga, Soseki = nama depan (meskipun Natsume Soseki itu sebenernya nama alias sih). Tapi, tidak seperti acuan terhadap seseorang yang biasanya dilakukan dengan menyebutkan nama keluarganya, pengarang yang satu ini biasa disebut "Soseki".

-----bersambung ke bag.2, soalnya kepanjangan-----
-----trivia-----

0 comments:

Post a Comment