Saturday, July 02, 2011

Anak Polos

Ini kejadian lama. Tahun 2006 atau 2007 lah.

Ceritanya, waktu itu aku ke Dinas Kesehatan Bandung buat ngurusin berkas-berkas milik seorang teman. Prosedurnya standar lah: ngantri, ambil formulir + tanya-tanya sama orang Dinkes, isi formulir & melengkapi semua persyaratan.

Kira-kira dua minggu kemudian, aku balik ke Dinkes. Setelah menerima dokumen yang udah kelar dari sang petugas, aku bertanya dengan polosnya, "Berapa, Pak?"

Yang bersangkutan menjawab, "30 ribu aja."

Dan berpindahlah uang 30 ribu itu dari dompetku ke saku si Bapak Dinkes.

Kalo sekarang kupikir-pikir, ngurus hal-hal kayak gitu di Dinkes kan sebenarnya gratis. Jadi, sama artinya dengan aku ngasih gratifikasi ke si Bapak itu dong?! Tapi yang lebih konyol lagi adalah karena aku nanya ke si Bapak itu, berapa imbalan yang dia minta. Untung aja dia nggak menjawab, "Saya minta sejuta, Neng."

Sepertinya aku emang kelewat polos. Dasar bego.

Sunday, February 20, 2011

Bukan untuk Anak di Bawah Umur

Wahai para pecinta manga! Apa kalian ngeh bahwa ada yang "aneh" di Gramedia? Yup, betul sekali. Mulai pekan lalu, semua manga terbitan Level Comics ditarik dari toko-toko Gramedia!

Setelah cari info sana-sini, kudapat kabar bahwa penarikan ini disebabkan karena konten komik-komik Level. Maksudnya, komik-komik Level mengandung unsur-unsur kekerasan dsb, yang dianggap tidak pantas. Sebagai jaringan toko buku terbesar di Indonesia, barangkali Gramedia dituntut agar tidak menjual komik dengan konten semacam itu di toko-tokonya. (Siapa yang menuntut? Orang tertentu? Suatu komunitas? Entah deh.)

Jujur saja, aku jadi bingung. Jikalau Anda bukan tuna netra, maka insyaAllah Anda dapat melihat label yang terpampang jelas di setiap komik terbitan Level. "Dewasa". Artinya, komik-komik Level memang ditujukan bagi para pembaca berusia dewasa. Bukankah konten kekerasan dsb hanya akan jadi masalah apabila dibaca oleh orang yang Belum dapat membedakan baik-buruk atau orang yang kendali mentalnya masih kurang?--dengan kata lain, anak-anak dan remaja? Jadi, apa masalahnya?

Masalahnya adalah, mayoritas warga Indonesia--termasuk para orangtua--tidak menyadari bahwa komik tidaklah identik dengan kanak-kanak. Kalau kita liat di negara asalnya, manga dikelompokkan ke dalam berbagai sub-genre berdasarkan usia pembacanya. Ada manga untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Ketika manga tersebut "masuk" ke Indonesia, rating tersebut biasanya dipertahankan atau malah di-upgrade oleh penerbit. Contohnya, Mahou Sensei Negima yang di Jepang masuk kategori shonen (untuk remaja laki-laki), tapi di Indonesia diberi rating dewasa oleh penerbitnya, Level Comics (dan itu juga masih disensor, loh!). Soalnya, komik tersebut bertabur cewek-cewek yang acap kali berpakaian seksi--walau gak porno, camkan baik-baik!--sehingga dianggap kurang pantas dibaca oleh anak di bawah umur.

Kembali ke soal komik yang identik dengan bacaan anak-anak. Nah, karena orangtua tidak tahu bahwa gak semua komik boleh dibaca anak-anak, dibiarkanlah anaknya membaca apa saja. Ada juga yang mengambil pendekatan ekstrem. Komik itu bacaan sampah, jadi anaknya dilarang baca komik. Padahal, sebenarnya banyak komik yang punya pesan positif, seperti Doraemon, Yotsuba&!, Kokoni Iruyo!, dll. Namanya juga manusia, makin dilarang bawaannya makin pingin ngelanggar. Alih-alih membuka wawasan dan berdialog dengan sang anak tentang mana bacaan yang pantas dan mana yang tidak, orangtua yang kerjanya melarang malah "mendorong" anaknya untuk baca komik secara sembunyi-sembunyi. Kalau udah gini, justru susah untuk mengontrol komik macam apa yang dikonsumi si anak.

Aku yakin ada yang berargumen begini: "Komik-komik itu harus ditarik dari peredarannya di Gramedia karena isinya gak pantas!" Bicara soal gak pantas, kenapa mereka gak sekalian menuntut supaya majalah seperti Cosmopolitan atau Esquire ditarik dari peredaran? Karena keduanya jelas-jelas untuk orang dewasa ‘kan, sehingga anak di bawah umur diharapkan tidak membeli?! Nah, peringatan apa lagi yang lebih gamblang daripada tulisan "Dewasa" di sampul depan manga terbitan Level, yang menyuratkan bahwa komik tersebut bukan untuk konsumsi anak-anak? Seandainya masih ada anak-anak atau remaja yang membeli komik berlabel "Dewasa", siapa yang salah coba?! Bukan penerbit atau toko buku, kalau menurutku sih.

Singkat kata, aku berpendapat bahwa pelarangan atau penarikan buku (komik) bukanlah solusi tepat untuk masalah ini. Filter yang terbaik ya pendidikan dan pantauan dari orangtua.

Kedengaran terlalu naif dan idealis? Ah, gak juga. Biar bagaimanapun, tidak ada yang instan di dunia ini, kecuali makanan siap saji.