Sunday, November 29, 2009

Pelipur Lara

Aku sering kali kesal karena hal sepele, misalnya karena mendengar pertanyaan bodoh reporter TV. Walau begitu, ternyata hal sepele juga bisa membuatku gembira tak terkira.

Beberapa minggu lalu, terjadilah peristiwa yang menyebalkan. Saking menyebalkannya, pikiranku jadi terganggu. Bukan "terganggu" dalam arti "gak waras", tapi "membuat mood-ku jadi gak enak setiap kali teringat".

Malam itu, kusambungkan komputerku dengan internet dan berselancar. Tanpa sengaja aku menghapus pesan penting dari milis yang sebenarnya bakal ku-forward ke orang-orang. Jadi, aku terpaksa harus buka halaman mukanya Yahoo!Groups. Tapi tak disangka-sangka, aku melihat foto "menarik" di kiri bawah halaman tersebut.

Nah, foto ini sesungguhnya biasa-biasa aja, bagi orang yang tidak mengetahui. Tapi karena aku maniak, foto ini membuatku cengar-cengir sendirian kayak orang gila.

Foto tersebut menampilkan enam orang anak muda. Yang tertua mungkin baru berumur 23 tahun (dan baru-baru ini merayakan ulang tahunnya yang ke-36; Happy Birthday, Giggsy!) dan yang paling muda 18 tahun-an lah. Karena aku gak tahu apa-apa (dan gak peduli) tentang mode, aku gak tahu apakah gaya rambut mereka itu tampak jadul pisan atau enggak. Yang jelas, mereka semua terlihat sangat muda dan tak berdosa :p.

Otak manusia sangatlah luar biasa dalam membuat asosiasi. Melihat foto itu, aku jadi inget diriku dan hal-hal gak penting yang kulakukan di pertengahan '90-an. Nonton MTV (yang tayangan musiknya masih cukup variatif) sambil berleha-leha sepulang sekolah, ngantre buat beli majalah Kawanku (sekarang namanya W, ya?!) tiap hari Senin, dihukum bareng temanku Ida (yang sekarang jadi Bu Guru :D) gara-gara telat, duduk di kerimbunan pohon di Jl. Otten sambil nungguin angkot Stasiun-Gunung Batu yang gak kunjung datang, memutar ulang What's the Story Morning Glory sampai entah berapa juta kali, dan--tentu saja--menghabiskan Sabtu dan Minggu malam dengan nonton pertandingan Liga Inggris di SCTV/ANTV/Indosiar.

Sejujurnya, masa SMP-ku gak segitu menyenangkannya. Malah, banyak hal yang tidak terlalu mengenakkan. Tapi karena foto itu berasosiasi langsung dengan kenangan menyenangkan, hal-hal lain yang membahagiakan pun muncul bersamanya.

Pokoknya, selama beberapa hari berikutnya, setiap kali aku teringat hal menyebalkan itu, aku langsung memikirkan foto gak penting téa. Dan perasaanku otomatis jadi jauuuuh lebih baik. Hebat ya, hehehe :D.

Wednesday, November 04, 2009

Awaydays (Pat Holden)

Sekelompok anak muda yang bikin rusuh di stadion--kataku itu gak keren. Tapi gaya mereka emang keren: pullover/sweter + jaket parasut/jaket kulit + celana jins lurus yang mengecil di bagian bawah (kayak yang sekarang lagi mode) + sepatu Adidas putih bergaris hitam + rasa percaya diri yang luar biasa.

Apa pun alasannya--karena kelompok itu keren atau apalah--sejak melihat mereka beraksi di stadion dalam pertandingan kandang, Paul Carty (Nicky Bell) bertekad untuk bergabung dengan The Pack. Dia pun merongrong teman barunya--Mark "Elvis" Elways (Liam Boyle), seorang anggota The Pack--supaya diperbolehkan jadi bagian dari mereka. Elvis sebenernya gak setuju karena menurutnya temen-temennya brengsek (dan Carty "orang baik"). Tapi, berhubung si Carty maksa melulu, akhirnya dia dipertemukan dengan para anggota lain dan diajak ikut ke pertandingan tandang klub sepak bola yang mereka dukung.

Meskipun sempat dianggap kacangan oleh anggota-anggota yang lain, Carty akhirnya mendapatkan rasa hormat mereka waktu dia dengan berani menerobos barikade polisi dan menyilet seorang anggota firm tandingan (walau sebelumnya dia ditendangin rame-rame sih). Sementara Carty merasa makin nyaman dan semakin diterima dalam The Pack, Elvis justru kian mengkhawatirkannya dan mendesaknya untuk pergi.

Nah, sedikit informasi buat yang gak tahu apa itu firm. Firm adalah kelompok suporter sepak bola yang militan. Mereka gak segan-segan berkelahi, merusak tempat umum, atau bahkan "menghabisi" suporter tim lawan. (Gak percaya? Coba tengok kasus kerusuhan saat Liverpool melawan AC Milan di Final Piala Champions Eropa 1985 di stadion Heysel, Belgia, yang menewaskan 39 orang. Dan itu baru kasus yang paling terkenal aja.) Biasanya firm punya struktur organisasi yang lumayan rapi. Mereka bahkan punya "cabang" khusus untuk remaja/anak-anak di bawah umur (dulu sih gitu, tapi gak tahu sekarang). Bayangkan Bonek, tapi terorganisir.

Yang menarik adalah, walaupun Awaydays berkisah tentang sekelompok pendukung tim sepak bola, pertandingan sepak bola sama sekali gak ditampilkan di film ini. Sepertinya aku tahu kenapa. Kendati keberadaan firm dan hooliganism gak bisa dilepaskan dari sepak bola, bukan fanatisme semata yang mendorong orang-orang untuk melakukan kekerasan. Ada yang ikutan karena mereka ingin menjadi bagian dari sesuatu, kayakseperti Elvis dan Carty). Ada yang pingin menemukan tempat untuk melampiaskan kesadisannya, seperti si Baby (Oliver Lee)--yang belakangan ngebunuh John Godden (Stephen Graham), koordinator mereka, dan menyilet Carty untuk balas dendam karena udah dipermalukan. Jadi, sering kali motif non-sepak bolalah yang memicu tindakan brutal mereka.

Pada akhirnya, Elvis dan Carty gak memperoleh apa yang mereka inginkan. Carty menyadari bahwa meski keinginannya bergabung dengan The Pack terwujud, kenyataan gak seindah harapannya. Elvis menyadari bahwa mereka cuma segerombolan preman kejam (setelah mereka rame-rame menghajar cowok-cowok yang memperkosa adik perempuan Carty, dia bilang, "Kita seperti mereka..."), terjerumus semakin dalam ke keputusasaan dan kesepian, sampai akhirnya bunuh diri (dia masih menyempatkan diri mengakui perasaannya ke Carty--sambil teler--di gereja setelah upacara pemakaman John; mungkin dia suka Carty karena Carty-lah satu-satunya orang tempatnya bisa menceritakan isi hatinya dengan jujur).

Nongkrong bareng ama temen-temen sesama penggemar klub kesukaanmu harusnya menyenangkan, tapi dalam kasus mereka berdua, ternyata enggak. Seperti kata Elvis kepada Carty (yang mungkin mencerminkan perasaannya tentang dirinya sendiri), "Kamu datang dan pergi. Mereka (The Pack) gak bener-bener tahu siapa kamu." Dengan kata lain, para anggota firm itu bukanlah teman sejati yang mereka cari-cari.

Miscellany:
  • Stephen Graham main di Snatch sebagai Tommy si penjahat kelas teri yang lugu/agak bodoh--beda 180 derajat dengan karakter di film ini. Keren lah, Pak.
  • Waktu nonton di CCF kemaren, di antara sekelompok orang anggota United Indonesia yang ber-jersey MU, gak satu pun yang pake seragam pemain belakang. Rio Ferdinand yang terkenal aja gak ada, apalagi Gary Neville (meskipun dia kapten tim)!
  • Film rite-of-passage (perjalanan menuju kedewasaan lah, kira-kira)favoritku: War of the Buttons.