Thursday, July 31, 2008

Selektif Dong!!!

"TV isinya sampah semua! Cuma menjual mimpi! Gak mendidik!" adalah beberapa celaan yang acapkali didengung-dengungkan oleh pemerhati pertelevisian Indonesia. Entah apa aku ini bisa digolongkan sebagai "pemerhati pertelevisian" ato enggak, tapi aku mengamini pernyataan di atas. Bukannya acara di stasiun-stasiun TV kita gak ada yang bagus, tapi kita MEMANG masih kekurangan acara bermutu.

Masih dalam semangat Hari Anak Nasional yang diperingati minggu lalu, harus kukatakan bahwa perihal "acara TV yang kurang bermutu" ini, anak-anak (dan remaja)-lah yang sering menjadi sorotan utama. Soalnya, anak-anaklah yang paling rentan terhadap dampak buruk tayangan televisi. Banyak acara TV yang ditayangkan pada jam-jam tayang "anak" ato "keluarga" mengandung unsur kekerasan (baik yang bersifat fisik seperti tinju-tinjuan ato tembak-tembakan maupun yang sifatnya verbal seperti kata-kata kotor serta kasar) ato pornoaksi (entah apa istilah yang tepat, tapi kalian ngerti maksudku kan?). Cara termudah untuk menangkalnya adalah dengan mematikan TV, tentu saja. Sayangnya, gak semua orang cukup peduli/berkesadaran untuk melakukannya. Jangan-jangan, malah para ortu yang ngebet pingin nonton acara tersebut.

Selama ini, aku berpendapat bahwa faktor kedua (kurangnya kesadaran orang tua) yang membuat mereka cuek-cuek aja dengan tayangan yang ditonton anaknya. Tentu saja, dalam alam pikiranku (yang pongah karena merasa diri ini lebih berpendidikan dan berkesadaran daripada orang lain, astaghfirullah!) mereka yang kurang berpendidikanlah yang termasuk dalam kategori ini. Setidaknya, dulu aku mengira begitu.

Nah, bisa bayangkan betapa terkejutnya aku ketika melihat teater di 21 yang akan memutar film The Dark Knight dipenuhi oleh anak-anak! Oke, "dipenuhi" mungkin berlebihan, tapi yang jelas ada cukup banyak anak-anak. Padahal, film ini kan buat dewasa (seperti tertera pada pengumuman Lembaga Sensor di awal film). Dari trailer-nya yang memuat adegan ledakan pun sudah cukup jelas kalo ini bukan film ber-rating "segala umur".

Reaksi pertama yang mungkin timbul: Bioskopnya gak bener! Seharusnya mereka lebih selektif dalam menjual tiket kan? Tentu saja ini ada benarnya. Tapi plis dong ah! Mereka ini kan orang perkotaan yang seharusnya lebih punya akses terhadap informasi. Apalagi mereka ini termasuk kelas menengah (anggota kelas bawah gak mungkin nonton ke bioskop kan, buat makan aja susah) yang notabene cukup berpendidikan. Dan mereka pun masih muda (kebayang kan, ortu yang punya anak usia SD-balita kira-kira umurnya berapa; paling tiga puluhan), dan orang muda biasanya lebih pedulian terhadap hal-hal tetek bengek seperti info film terbaru di TV/tabloid/koran/internet daripada orang yang lebih tua. Jadi, kok bisa-bisanya mereka "menggiring" anak mereka untuk menonton film yang penuh adegan kekerasan (film yang bagus, menurutku; tapi tetap gak cocok ditonton anak-anak)? Mana harus bayar lagi!

Ini akhirnya menimbulkan pertanyaan dalam benakku. Apakah otak mereka (baca: kita) segitu tumpulnya sehingga gak mau ambil pusing untuk bersikap kritis? Apakah nurani mereka (baca: kita) udah segitu buramnya sehingga gak peduli meskipun anaknya melihat sesuatu yang gak patut? Kalo memang gitu, pantes aja TV gak repot-repot memperbanyak tayangan yang "bermutu", "mendidik", "bermanfaat", dan yang semacamnya untuk anak-anak. Wong para ortu cuek aja--mo anaknya liat hal yang sadis kek, semi-mesum kek, peduli amat!

Catatan: Tentu saja, The Dark Knight tidaklah semi-mesum maupun sadis (meskipun cukup banyak banyak tembak-tembakan, ledak-ledakan, dan pukul-pukulan). Kalo mo liat yang semi-mesum, tonton aja film komedi Indonesia yang banyak beredar di bioskop akhir-akhir ini. Dan soal yang sadis, hmm, aku gak tau tuh. Mungkin ada yang mo kasih saran?

Saturday, July 26, 2008

Virus Haruhi

Virus. Benda tak kasatmata yang melayang-layang udara, berdiam di tanah, ngendon di toko buku, ato berkelana di dunia maya. Ia menunggu sampai inang yang tepat datang menjemput dan bila saat itu tiba, ia akan menyerbu, menyerang sang korban, memperbanyak diri tanpa ampun. Virus yang satu ini gak bikin kamu batuk-pilek, ato menyebabkan komputermu ngadat, tapi efeknya gak kalah merepotkan. Ya, inilah virus Haruhi.

Virus ini merepotkan karena menimbulkan kegelisahan. Membuat penderitanya (aku) bertanya-tanya, "Aduh! Kapan jilid 10 keluar, ya? Gak sabar nih!" Secara kasat mata, gejalanya mirip kecanduan. Mo dikasih Haruhi sebanyak apa (nonton animenya berulang-ulang, baca novelnya, dengerin soundtrack-nya terus dan terus) pun rasanya gak pernah cukup, selalu pingin lebih. Fanfiction yang biasanya bisa meringankan gejala kecanduan pun gak mempan karena, terus terang aja ya, aku udah ngeri ngebayangin, membuka suatu fanfiction dan kemudian menemukan bahwa ceritanya tak lebih dari kisah percintaan dengan Kyon dan Haruhi sebagai tokoh utama. Huekkkk!

Sangat disayangkan (ato sebaliknya), aku ini emang orang yang sangat mudah dihinggapi virus buku/film/musik/yang semacamnya. Gak tau ya, mungkin karena aku ini orang yang mudah sekali tersentuh dan merasa antuasias oleh hal-hal gak penting. Sebelum ini, aku pernah terserang virus Harry Potter dan CLAMP (yang sebenernya belum bener-bener sembuh, hanya saja sekarang sedang dorman). Masih banyak virus lain yang pernah menjangkitiku yang, karena alasan emosional (maksud: gak perlu disebutin karena malu-maluin), tidak akan kusinggung di sini. Tapi, kondisi inang (kondisiKU) saja gak cukup untuk menyebabkan infeksi. Kalo virusnya gak virulen, dia takkan bisa menimbulkan dampak apa pun terhadap inang yang dijangkitinya. Artinya, kalo Suzumiya Haruhi cuma cerita yang biasa-biasa aja, aku (dan entah berapa ratus ribu/juta orang lain) gak mungkin tergila-gila.

Jadi, Haruhi punya daya infeksi yang dahsyat. Kok bisa? Tentu saja itu karena ceritanya emang SUPER keren. Tak ada ringkasan yang bisa menggambarkan sehebat apa kisah ini. Satu-satunya cara untuk tahu adalah dengan membacanya sendiri. Tapi, kalo ada yang menginginkan sedikit petunjuk, bisa dibilang bahwa Suzumiya Haruhi adalah perpaduan antara drama sekolahan, fiksi ilmiah, cerita detektif, kisah persahabatan, komedi, cosplay. Dan cara penulisannya! Aku kagum ama kemampuan Tanigawa-sensei merangkai kata. Aku belum pernah nemuin karya fiksi yang penuh sarkasme dan metafora yang khas (contoh: destiny is even less believable than the Loch Ness monster) selain di Suzumiya Haruhi.

Selain dari segi cerita dan gaya penulisan yang unik, Suzumiya Haruhi punya karakterisasi yang mantap. Mengutip perkataan temenku, salah satu syarat cerita yang oke adalah karakterisasi yang khas. Liat aja Bajaj Bajuri. Salah satu sebab kenapa orang inget terus sama sinetron itu kan karena tokoh-tokohnya punya sifat khas (Oneng= telmi; Emak= mata duitan; Ucup= sial melulu; dsb). Suzumiya Haruhi pun begitu. Sekali baca, kita bisa langsung mengidentifikasi masing-masing tokoh berdasarkan karakteristik khasnya. Misalnya: Haruhi = seenaknya sendiri, punya kekuatan tersembunyi; Kyon = sarkastis, punya daya toleransi yang tinggi terhadap hal-hal aneh, kegilaan Haruhi, dan cewek cantik; Nagato = alien, irit ngomong, suka baca buku, cepat tanggap, melihat Haruhi sebagai seseorang yang menyimpan "data" melebihi makhluk organik lainnya di muka bumi; Mikuru = penjelajah waktu, imut, ceroboh, suka bikin teh, kyaaa!, memandang Haruhi sebagai penyebab gempa waktu; Koizumi = esper, suka ngomong, cerdik, suka mem-psikoanalisis orang, nyengir melulu, menganggap Haruhi sebagai "dewa". Faktor lain yang bikin penyakitku tambah parah adalah animenya yang (juga) oke. Dengan gambar yang khas animasi Jepang (mata! mata!), warna-warni yang lembut tapi ceria (gak bikin pusing mata deh), pengisi suara yang menjiwai perannya dengan baik, lagu tema dan ilustrasi musik yang pas (bisa membangun suasana)--bikin tambah kecanduan lah.

Kapankah penyakitku ini akan mereda? Yah, kapan-kapan kali. Ntar juga sembuh sendiri, seperti layaknya infeksi yang disebabkan oleh virus. Lagipula, meskipun virus ini merepotkan, tapi menyenangkan juga kok, hehehe....

Catatan: Pingin baca novel ato manga Suzumiya Haruhi? Silakan buka One Manga (scanlation manga ke b.Inggris) ato Baka-Tsuki (terjemahan novelnya ke beberapa bahasa; b.Inggris jelas ada, b.Indonesia juga). Mari kita berdoa supaya Elex nerbitin dua-duanya (manga maupun novel) supaya kita bisa beli benda aslinya--sebagai cara untuk mendukung Tanigawa-sensei agar terus berkarya.

Saturday, July 12, 2008

Hikayat Kompor Mleduk

Salah satu penyebab umum kenapa pengguna minyak tanah enggan beralih ke gas, selain harganya yang relatif mahal karena gak bisa beli eceran, adalah kengerian. Ngeri kalo-kalo kompornya meledak kayak berita di TV, yang konon selain disebabkan oleh kelalaian pengguna juga akibat ketidaklaikan alat (kompor/karet segel/selang). Nah, ngomong-ngomong soal ini, aku punya cerita menarik.

Cerita ini bermula saat Papa punya ide cemerlang (tapi tidak orisinal) untuk membeli tabung gas isi 3 kg. Alasannya murni karena pertimbangan ekonomi. Kita andaikan saja bahwa Elpiji 12 kg berharga 70 ribu, sedangkan yang 3 kg harganya 13 ribu (tentu saja, harga yang disebutkan di sini adalah harga pasar, bukan harga yang ditetapkan pemerintah). Berarti, 4 tabung Elpiji isi 3 kg (12 kg) sama dengan 52 ribu, lebih murah daripada tabun 12 kg! Jadi, dengan penuh permohonan maaf (dariku kepada target konversi gas), Papa akhirnya pergi ke Astana Anyar buat beli tabung gas 3 kg. Awalnya sih semua tampak baik-baik aja. Selang dipasang, kenop diputar, pemanas disulut, nyala deh tuh kompor--yang sudah dihubungkan dengan tabung Elpiji 3 kg. Namun, setelah beberapa lama, aku mencium bau aneh. Bau gas bocor yang menusuk! Ternyata, kompor tersebut mati! Ya udah, dinyalain aja lagi. Tapi, apa lacur, ternyata nyala kompor itu sekarang jadi aneh: membesar-mengecil-membesar-mengecil. Dan ada suara: bet-bet-bet, gitu deh. Tak salah lagi, ternyata kami telah membeli gas kentut!

Buat yang gak tau gas kentut, sekedar informasi (meskipun aku ragu ada yang gak tau apa gak kentut itu), ini adalah sebutan yang diberikan untuk tabung Elpiji yang sejumlah isinya telah dikeluarkan dan diganti dengan gas lain. Gas hasil pengumpulan tersebut dikumpulkan, dimasukin ke tabung, dan kemudian dijual. Kalo asalnya pengoplos (kita sebut saja pengoplos) cuma punya 10 tabung, maka kini dia memiliki 11 tabung. Untung bukan?! Benar-benar tipikal pemikiran pedagang rakus. Meskipun cara ini cukup kreatif, tentu saja konsumen dirugikan karena gas tambahan tersebut tak bisa terbakar. Jadi, mo disulut sampe lebaran monyet pun insyaAllah gak bakal nyala. Kenapa disebut gas kentut? Sebab, tabung Elpiji berisi gas asing ini akan menyebabkan kompor lambat menyala, setelah sebelumnya terdengar bunyi bret-bret-bret, kayak orang kentut.

Kembali ke kisah semula. Setelah sekian lama frustasi karena kentutnya gak beres-beres juga (sehingga si kompor nyala-mati-nyala-mati berkali-kali kayak listrik PLN), akhirnya semua gas asing itu pun keluar dan kompor kami pun bisa menyala dengan lancar tanpa gangguan (bilamana semi-omelan Papa "Wah, penjualnya untung berapa? Gas kentutnya berapa banyak?" yang berulang-ulang tidak dikategorikan sebagai "gangguan").Lalu, apa hubungannya semua ini dengan kompor mleduk? Kompor kami baik-baik saja, syukurlah.

Namun, bisakah kalian bayangkan apa yang mungkin terjadi jika peristiwa serupa terjadi di rumah sempit, dalam dapur yang ukurannya jauh lebih sempit lagi dan tanpa ventilasi? Kompor yang dihubungkan dengan Elpiji kentut mati tanpa disadari pemiliknya. Selama itu, tidak hanya gas kentut saja yang keluar dari selang, namun juga Elpiji. Kejadian ini berulang beberapa kali. Elpiji pun keluyuran ke ruangan. Karena gak ada ventilasi, si Elpiji gak bisa melayang ke dunia luar. Dia pun terus terkurung di situ, sampai si pemilik memutuskan untuk menyalakan kompor lagi. Dia menyalakan korek api dan kemudian, DUAR! Elpiji dalam ruangan tersebut tersulut, terbakar, dan akhirnya menimbulkan ledakan yang menghancurkan dapur, rumah, bahkan rumah tetangga.

Semuanya itu gara-gara ada orang yang pingin untung tanpa memedulikan kerugian yang bakal mereka sebabkan terhadap orang lain. Singkat kata, gara-gara gas kentut, kompor bisa mleduk.

Monday, July 07, 2008

Anime Asyik...

Uwaaaa, akhirnya muncul juga anime bagus yang (lumayan) baru setelah sekian lama vakum. Salut deh, buat stasiun-stasiun TV yang berhasil beli hak siarnya (nih, aku muji; gak sarkastis kayak biasanya; bagus kan?!). Ini dia anime-anime yang kupantengin tiap kali nongol di TV:

Bleach
Indosiar, Minggu jam 11.00

Tipikal anime shonen yang diangkat dari komik karya Kubo Tite (ato Tite Kubo) ini menceritakan tentang cowok bernama Kurosaki Ichigo yang terpaksa menjalankan tugas sebagai shinigami (dewa kematian) setelah tanpa sengaja terjebak dalam "pertarungan" antara shinigami tulen Kukichi Rukiya dan roh jahat (yang disebut "hollow"). Ceritanya seru sih, sayangnya ini tipe ceritanya yang bisa dipanjang-panjangin sesuka hati (baca: sampe popularitasnya turun dan penerbit memutuskan untuk tak meneruskannya lagi) oleh sang penulis, jadi aku pribadi ogah kalo harus beli komiknya (catatan: kalo gak salah di Jepang udah nyampe volume 33, di Indonesia baru nyampe volume 8 dan diterbitin oleh M&C). Setidaknya animenya ditayangin di TV, jadi aku bisa "agak" ngikutin ceritanya.

Death Note
Global TV, Sabtu jam 19.00

Sama seperti Bleach, cerita ini juga menampilkan shinigami, tapi wujudnya beda banget. Si shinigami ini ngejatuhin Death Note--buku yang bilamana ditulisi nama seseorang di dalamnya, maka orang itu akan mati--ke dunia manusia. Buku ini dipungut oleh siswa SMA jenius bernama Yagami Light (catatan: bacanya RAITO) yang kemudian memanfaatkannya untuk menghukum mati sampah masyarakat. Setidaknya, begitulah awalnya. Death Note dituangkan ke dalam beberapa media: komik, anime, dua film live action, dan satu film live action spin-off--yang endingnya beda semua. Mungkin menyenangkan bagi para penggemar beratnya, tapi bikin pusing dan males bagi orang awam seperti saya. Saking hebohnya cerita yang satu ini, aku gak tertarik lagi buat beli komiknya ato pun nyari anime/filmnya di Kota Kembang (maaf...maaf...). Maklum lah, aku ini tipe orang yang "menolak untuk menggemari hal-hal yang digemari orang banyak". Tapi kalo disodorin, nerima aja deh.

Kekkaishi
antv, Senin-Jumat jam 13.15 & Sabtu-Minggu jam 09.00

Sama seperti Death Note, Kekkaishi juga punya persamaan dengan Bleach (tapi bukan soal shinigami) yaitu tokoh utama yang sama-sama memakai hakama (celana tradisional Jepang) dalam beraksi. Tokoh utamanya cowok juga, Sumimura Yoshimori si pengguna kekkai (kekkai bisa diartikan sebagai "barrier") yang mendapat warisan tugas buat ngejaga Karasumori, daerah berkekuatan gaib besar (belum jelas kekuatan gaib seperti apa), yang sekarang menjadi lokasi sekolahnya. Entah kapan komik satuannya bakal muncul (baru nongol di majalah Shonen Star), tapi kalo udah terbit pasti aku beli deh.

Catatan: Ada sesuatu yang salah dalam paparan di atas? Istilah yang gak tepat? Penjelasan yang gak akurat? Tak perlu ngamuk dan mencela, silakan pencet tombol "Comment" dan beri tahu diriku apa yang salah. Okeh?!

Saturday, July 05, 2008

Nusantara: Sejarah Indonesia (B. M. Vlekke)

Siapa sangka kalo buku sejarah bisa jadi best seller? Padahal, buku non fiksi yang laku keras biasanya, kalo gak yang berbau spiritualisme (baik yang berafiliasi dengan agama tertentu maupun tidak), ya buku-buku psikologi praktis tentang pengembangan diri. Tapi, kalo Gramedia Merdeka bisa dipercaya (dengan menempatkan buku ini di rak best seller) dan cetak ulang dua bulan setelah cetakan pertamanya bisa dijadikan indikasi, maka Nusantara: Sejarah Indonesia emang sebuah perkecualian. Entah apa yang membuat buku singkat (meringkas perjalanan Nusantara sejak zaman batu sampai pra-pendudukan Jepang dalam kurang lebih 500 halaman) ini menarik bagi para pembeli (hey, aku kan gak bisa baca pikiran orang!). Yang jelas, buku ini menyodorkan sejarah Indonesia dari sudut pandang yang berbeda dengan versi standar, versi yang kita peroleh dari pelajaran di sekolah.

Hal yang dengan segera terlihat adalah kehati-hatian sang penulis dalam menafsirkan sumber sejarah. Masalahnya, bukti-bukti sejarah dari zaman dahulu kala yang berasal dari dalam negeri (Negarakertagama, Pararaton, dsb) acapkali: (1) Ditulis untuk menyenangkan/mengagungkan raja yang berkuasa saat itu sehingga bias dan pastinya gak akurat; (2) Penuh simbolisme, layaknya kesukaan orang Jawa (Pak Vlekke gak banyak menyinggung soal bukti sejarah dari dalam negeri non Jawa yang ditulis oleh penduduk asli, maaf; mungkin karena gak ada). Oleh sebab itu, gak semua pernyataan bisa diartikan secara harfiah. Contohnya adalah pemotongan hidung-kuping utusan Mongol atas perintah Kertanegara (raja terakhir Singosari). Vlekke berpendapat bahwa hal ini tidak perlu ditafsirkan secara harfiah karena hal tersebut hanyalah perumpamaan atas besarnya penghinaan (dan keberanian) Kertanegara terhadap Kubilai Khan, yang saat itu adalah penguasa Cina, imperium terbesar di Dunia Timur.

Mungkin karena kehati-hatiannya itu, Vlekke gak menunjukkan kecenderungan memuji-muji tokoh-tokoh besar. Waktu belajar di sekolah, banyak pahlawan yang terkesan heroik banget--rela memperjuangkan bangsa dan negara (padahal dulu “bangsa” dan “negara”; setidaknya belum ada menurut pengertian modern) dengan sepenuh jiwa dan raga supaya bebas dari cengkeraman penjajah Belanda yang jahat. Padahal dalam banyak kasus, mereka tampaknya berusaha melawan Belanada karena khawatir kekuasaannya terancam, bukan karena merasa tertindas. Sultan Agung, misalnya, yang menyerang Belanda di Batavia karena mereka mengancam dominasinya di Pulau Jawa. Di sisi lain, para “penjahat” dalam buku-buku pelajaran SD/SMP/SMA pun digambarkan tak jauh berbeda dengan para pahlawan (pokoknya mah oportunis), seperti Aru Palakka dari Bone yang bersekutu dengan Belanda (ato sebaliknya?) untuk menyerang Makassar sebagai pembalasan dendam/serangan balik karena daerahnya direbut dan ia diusir dari (bekas) wilayah kekuasaannya. Sebagai catatan, tau gak kalo pada saat Aru Palakka mendarat di pantai Bone, para penduduk serta merta menyatakan pemberontakan terhadap Makassar.

Layaknya paparan sejarah, ada kisah-kisah yang “kena” banget karena masih relevan dengan masa kini, antara lain konflik di Maluku antara penduduk asli beragama Islam (pengikut Ternate-Tidore) dan Kristen (pendukung Belanda; yah, namanya juga seiman), kesewenang-wenangan/kebrutalan calon raja yang konon justru menandakan kesemidewaannya (menurut dia, dan rakyat--yang percaya-percaya aja), serta Belanda membarter Semenanjung Malaya dengan Bengkulu plus Pulau Belitung (asalnya “milik” Inggris) dengan seenaknya seperti anak SD main monopoli.

Tentu saja, aku sadar sesadar-sadarnya bahwa dalam membaca sejarah, kita gak bisa ngandelin satu sumber aja. Kita perlu menelaah banyak bukti untuk memperoleh fakta yang (lumayan) valid guna menghindarkan diri dari ketidakakuratan dan juga ketidakobyektifan penulis sumber, baik yang disengaja maupun tidak. Akhir kata, kuucapkan selamat untuk Pak Vlekke (orang ini udah meninggal belum sih?) karena udah bikin aku makin penasaran dengan sejarah negeri ini--hal yang tak berhasil ditumbuhkan oleh guru sejarahku selama dua belas tahun.