Monday, May 28, 2012

Turki: Transportasi dan Akomodasi bag.1

Untuk tiket murah, maskapai Timur Tengah masih jadi andalan. Aku naik Qatar Airways (Jakarta-Doha-Istanbul). Kebetulan belinya waktu ada promo. Tiket PP seharga 7 juta.

Untuk menuju ke pusat kota Istanbul dari Bandara Internasional Atatürk, bisa naik taksi atau metro. Demi pengiritan, aku memilih naik metro. Tinggal ikutin aja papan penunjuk untuk mencapai stasiun metro. Beli tiketnya ("jeton") bisa langsung di mesin jetonmatik (1 jeton = 2 Turkish Lira). Belinya bisa pake uang recehan atau uang kertas 10/20/50 TL (ada pilihannya juga--dalam bahasa Turki--mau beli jeton berapa keping).

Kalau mau menuju ke kota lamanya Istanbul, harus turun di stasiun Aksaray. Dari situ, dilanjutin naik trem--bisa di halte Yusufpaşa atau Aksaray (lebih deket Yusufpaşa sih--tapi berhubung waktu keluar dari stasiun metro udah agak gelap dan aku memang buta arah, jadinya aku berjalan luntang-lantung sampai ke halte Aksaray). Turunnya bisa di halte Sultanahmet/Gülhane/Sirkeci. Kebetulan penginapanku letaknya di Sirkeci, jadi aku turun di sana.

Aku memilih Hotel Yeni atas dasar harganya (thanks, Booking.com!). Letaknya memang nggak pas di sentra Sultanahmet, tapi masih relatif dekat dengan tempat-tempat tujuan wisata utama Istanbul--jalan kaki lima menit, lah. Aku nginep tiga malam di kamar single, habisnya 120 TL (cukup murah loh, untuk lokasi sestrategis itu--kalau mau lebih murah lagi, bisa pilih kamar tipe dorm). Selain strategis, pelayanannya juga bagus (pemilik & karyawannya ramah banget--sampai-sampai aku jadi nggak enak hati), plus bersih & nyaman. Sangat direkomendasikan.

Sebelum pulang ke Indonesia, aku sempat menginap semalam lagi di Istanbul tapi di tempat yang berbeda, tepatnya di Hotel Erenler. Tarif semalamnya sama dengan hotel yang kusinggahi pertama kali (40 TL), tapi nggak senyaman Hotel Yeni (meskipun letaknya lebih dekat ke pusat Sultanahmet). Tempatnya bersih juga, tapi intinya mending Hotel Yeni deh, kalau mau nginep lebih dari semalem.

Untuk keliling-keliling Istanbul, bisa jalan kaki (ehem!), naik trem-metro (ini sistemnya udah terpadu; meskipun ada juga trem yang jalurnya "berdiri sendiri", misalnya Tünel-Taksim) atau bus. Halte bus terdekat dari Sultanahmet setahuku ada di Eminönü (kalau dari Sultanahmet, tinggal jalan kaki ke Sirkeci, kemudian terus menyusuri dermaga sampai ketemu halte/terminal bus).

Menyambangi Istanbul nggak lengkap kalau nggak pesiar di Selat Bosphorus. Dateng aja langsung ke Eminönü, di sana ada dermaga khusus untuk feri Bosphorus Tour (operatornya Pemkot Istanbul, bukan perusahaan swasta--ada juga operator tur swasta yang menyediakan feri untuk pesiar, tapi tarifnya lebih mahal). Ada dua pilihan, rute "panjang" (25 TL, berhenti di Anadolu Kavağı) dan rute "pendek" (10 TL, muter di Rumeli Kavağı, kalau nggak salah).

Untuk menuju ke kota-kota lain, bisa naik bus, kereta api, atau pesawat (ogah deh!). Aku memilih naik bus karena pilihan rutenya memang paling banyak (& karena lebih murah daripada naik pesawat, tentu saja). Kalau dari Sultanahmet, mending langsung ke terminal bus di Harem (Harem Otogarı) daripada ke Terminal Bus Istanbul, soalnya lebih dekat. Untuk ke sana, tinggal naik feri jurusan Harem dari Eminönü.

Setelah Istanbul, tujuanku adalah Göreme. Aku beli tiket bus Metro (salah satu perusahaan bus terpercaya di Turki--mungkin kalau di sini kayak Kramat Jati? Tapi pelayanannya lebih keren sih. Asa di pesawat, gitu. Mohon dimaklumi kalau saya ndeso) langsung di Harem Otogarı. (Kalau mau aman, bisa aja cari-cari agennya di Istanbul. Kalau mau lebih gampang lagi, bisa minta tolong ke agen perjalanan/hotel--meskipun harga tiketnya lebih mahal karena mereka pasi ngutip keuntungan.) Tiket Istanbul-Göreme 60 TL. Nah, ternyata si Metro teh punya terminal khusus di Samandıra Tesis, jadi dari Harem aku (baca: calon penumpang) diantar pake minibus ke sana. Kemudian baru deh naik bus ke Göreme.

bag.2: Cappadocia-Antalya-Pamukkale-Selçuk

Sunday, May 20, 2012

Jorok

Kebetulan Selasa lalu aku pulang dari Turki. Berhubung naiknya Qatar Airways, jadi kudu transit dulu di Bandara Internasional Doha. Sebagaimana bisa ditebak, kebanyakan penumpang di pesawat Doha-Jakarta adalah TKI yang hendak kembali ke Indonesia. Emang mereka berisik sih, tapi wajar lah. Mungkin kegaduhan itu adalah wujud dari kegembiraan mereka karena bisa pulang kampung setelah berbulan-bulan--atau malah bertahun-tahun--mencari nafkah di luar negeri.

Selepas terbang kurang-lebih 8 jam, akhirnya pesawat mendarat juga di Bandara Soekarno-Hatta. Kebetulan kursiku agak di belakang. Daripada harus buru-buru dan berebut dengan penumpang lain, kuputuskan untuk duduk manis sampai sebagian besar penumpang turun. Kutapakkan kaki ke lorong, maju terus, kemudian . . . ASTAGHFIRULLAH.

Baru pertama kali aku melihat pesawat sejorok itu selepas ditinggal penumpangnya. Sampah plastik, tisu, dan entah apa lagi berserakan di lantai. Persis seperti di gerbong kereta api ekonomi. Padahal sepanjang penerbangan, pramugari beberapa kali berkeliling untuk ngumpulin sampah. Apa nggak bisa disimpan sebentar, kemudian diserahkan ke mereka? Bikin malu orang Indonesia aja. Sumpah!