Tuesday, August 19, 2008

Lain Dulu Lain Sekarang, Masa Sih?


Pernah kudengar pengandaian: "Jika saja Indonesia dijajah oleh Inggris dan bukannya Belanda, mungkin keadaan negara kita bakal lebih baik." Sepertinya sih gak ada yang salah dengan itu, bahkan mungkin saja benar, terutama jika kita melirik negara-negara tetangga bekas jajahan/koloni Inggris seperti Malaysia, Singapura, India, ato Hongkong. Namun, akhirnya kusadari, hanya bangsa berjiwa terjajahlah yang bisa-bisanya punya pikiran macam itu. Dijajah ya dijajah, titik. Memangnya kita ini apa, anjing yang memilih majikan mana yang baik dan majikan mana yang enggak? Lagian, lebih baik dijajah Inggris apanya; liat aja Zimbabwe yang inflasinya entah berapa ribu persen ato Afrika Selatan yang pernah berada dalam cengkeraman apartheid.

Bicara soal lebih baik dan lebih buruk, sebenernya ada bedanya gak sih, dijajah Belanda, Inggris (kita pernah berada di bawah kendali Inggris loh, beberapa tahun; gara-gara pemimpin Belanda kabur ke Inggris setelah negaranya dikuasai para pendukung Republik, yang didukung Prancis), Jepang, ato merdeka? Selain perbedaan warna kulit para pembesar negara, jangan-jangan emang gak ada bedanya.

Zaman dulu, bos-bos besar di Indonesia (ato Hindia Belanda) adalah orang asing. Mereka berkewajiban mewujudkan pemerintahan yang baik, tapi yang lebih penting, mereka harus memastikan bahwa negara jajahan menghasilkan sesuatu untuk negara induk--intinya memperkaya/memakmurkan negara induk. Penduduk "pribumi" pun punya peran dalam pemerintahan dan peluang untuk berkuasa. Sebelum Belanda datang, para residen, bupati, wedana, ato apa pun namanya adalah bangsawan yang menghamba kepada Sultan ato Raja. Setelahnya, mereka melapor kepada pemerintahan Hindia Belanda alih-alih Sultan. Mereka pun mendapat gaji atas pengabdian mereka itu. Para Raja dan Sultan pun gak keberatan meskipun kekuasaan mereka dilucuti sepenuhnya. Toh mereka masih mendapatkan upeti (ato uang saku) dari Belanda. Semua sama-sama senang kan?

Nah, apa bedanya semua itu dengan kondisi masa kini, kala para birokrat lebih memedulikan kepentingan pemegang modal asing dan lembaga internasional pengisap darah (seperti IMF) daripada kepentingan nasional? Lalu, bukankah para bangsawan-alias-residen-ato-bupati-ato-wedana-ato-apalah-namanya yang adalah dengan raja-raja kecil tak jauh berbeda dengan para pemimpin daerah kontemporer, yang sebagian besar makin keliatan belangnya--mementingkan diri sendiri--pasca-OTDA? Aku bahkan gak akan repot-repot ngomong panjang lebar soal masyarakat banyak karena semua juga tau mayoritas dari mereka tetap sengsara, entah di bawah kekuasaan Belanda, Jepang, maupun setelah merdeka.

Yah, daripada nyalahin Belanda ato Jepang ato perusahaan multinasional ato IMF ato Bank Dunia, mari kita introspeksi: kok kita mau aja dikadalin sama mereka semua? Mungkin kita memang perlu revolusi alih-alih reformasi?

Selamat Hari Kemerdekaan yang ke-63! Kapan ya kita bisa bener-bener merdeka?

Catatan: Tulisan yang amat sangat gak orisinal sekali--baik dalam bentuk maupun isi--tapi sungguh menggambarkan kegeramanku saat ini.

1 comment:

  1. iya sih,..emang bener....malah aku berharap di jajah jepang hahahaa.....abis di jepang sekarang edun bener euy....ksana tuh bener2 teratur...budayanya juga kuat...pekerja kerja...kerjaan gampang....:D

    eh MERDEKA bung!

    ReplyDelete