Thursday, March 20, 2008

Yang Terpenting

Seorang temen SMP-ku meninggal sembilan tahun lalu. Aku ikut prihatin atas kehilangan yang dialami keluarganya. Aku berharap semoga dia tenang di dunia sana. Tapi, aku sama sekali gak sedih. Malah, setelah dipikir-pikir, aku gak pernah merasa sedih ketika harus berpisah dengan teman/kerabat/apa lah. Aku menyayangkan perpisahan kami, tapi gak sedih.

Untuk pertama kalinya dalam 24 tahun (sejauh yang bisa kuingat), aku bener-bener sedih saat temenku bilang dia bakal pergi dari Bandung dalam waktu dekat ini. Padahal, ini bukan pertama kalinya ada temenku yang harus pindah rumah ke kota/pulau lain karena tuntutan kerjaan, permintaan ortu, ikut suami, ato apa pun.

Ternyata Eriol emang bener. Perbedaan perasaan kita di kala harus berpisah dengan orang-orang yang dekat dengan kita menunjukkan bagaimana perbedaan posisi mereka di hati kita. Rupanya, temenku ini adalah salah satu orang yang kuanggap paling penting, itu sebabnya perpisahan kami terasa menyedihkan (setidaknya buatku). Bukan berarti aku secara sadar memilah-milah yang mana orang yang penting, kurang penting, dan gak penting sama sekali. Namanya juga perasaan, mohon tidak dirasionalisasi.

Mudah-mudahan, ini akan menjadi momen “Sampai berjumpa lagi!” dan bukannya “Selamat tinggal!”

0 comments:

Post a Comment