Saturday, May 20, 2006

Kami (Tidak) Suka Membaca

Minat baca masyarakat Indonesia rendah. Kalimat itu kayaknya lumayan sering terdengar di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Aku sendiri gak tau parameternya apa, sampai mereka bisa dengan yakin mengeluarkan pernyataan macam itu. Tapi mari kita asumsikan saja kalo pernyataan itu emang bener.

Salah seorang dosenku pernah bilang, budaya lisan di Indonesia lebih dominan daripada budaya tulisan. Masyarakat Indonesia lebih suka bercerita atau mendengarkan cerita ketimbang menulis atau membaca. Orang gak sayang ngeluarin duit untuk beli TV daripada nyediain dana untuk beli buku. Bahkan tindakanku sekarang, yang milih untuk ngutip perkataan dosenku dan bukannya nyari sumber tertulis tentang budaya lisan di Indonesia, merupakan salah satu bukti dari pernyataan di atas.

Oke, mungkin mayoritas masyarakat Indonesia emang gak terbiasa membaca. Terbiasa, itu kata kuncinya. Aku cukup beruntung dibesarkan oleh orang tua yang suka membaca dan membiasakanku untuk bergaul dengan berbagai bahan bacaan sejak kecil. Orang lain mungkin gak seberuntung aku.

Aku jadi teringat pengalamanku pas ikutan Fardes (Farmasi Pedesaan, salah satu proker HMF ‘Ars Praeparandi’ ITB) empat taun lalu. Waktu itu, kami tinggal dua minggu di Desa Wanasari, Cianjur. Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah “mengajar” anak-anak di sana. Aku inget ekspresi mereka waktu disodorin buku-buku. Mereka bener-bener antusias, padahal membaca aja bisa dibilang masih belum lancar (beda ama anak-anak di kota besar yang emang dituntut untuk bisa baca pas mereka masuk SD).

Kesimpulannya, bangsa Indonesia sebenernya punya “potensi” untuk menjadi bangsa yang gemar membaca. Kalo ternyata kenyataannya gak seperti itu, lingkungan yang gak mendukung dan gak adanya kesempatan yang jadi penyebabnya. Keluarga bisa aja gak menyediakan sarana yang memadai untuk mengembangkan minat baca anak, tapi selain keluarga kan masih ada lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar rumah. Kalo di sekolah ada perpustakaan yang asyik (menyediakan bacaan yang sesuai ama minat anak-anak yang beragam, isinya gak cuma buku pelajaran doang) misalnya, bisa jadi ini ngedorong anak-anak untuk sering berkunjung ke sana dan secara gak langsung, menumbuhkan minat baca mereka.

Biarpun begitu, ngelihat kemunculan komunitas pecinta buku yang bukan cuma giat membudayakan membaca tapi juga mau repot-repot nyediain sarana dan prasarana untuk itu, aku cukup optimis. Mungkin butuh waktu yang gak sebentar, tapi mudah-mudahan aja kelak (gak tau kapan) kata-kata “Minat baca masyarakat Indonesia rendah” gak akan terdengar lagi.

Salam dari,
Aku yang sedih karena udah berbulan-bulan gak baca buku (selain textbook) mengingat lagi bokek sehingga gak ada dana untuk beli buku plus gak ada orang yang bisa dimintain pinjeman buku

1 comment:

  1. Anonymous10:03 AM

    Huahuahuahua (ceritanya lagi nagis). Saya lagi bermasalah dengan yang satu ini. Help me...! Entah kenapa, minat baca saya sekarang lagi menurun drastis, dan sepertinya sedang berada pada titik terendahnya. Ini bener-bener bencana. Bahkan buku yang kau pinjamkan pun belum sempat saya sentuh lagi. (Udah gitu masih banyak lagi halaman yang belum saya baca--tebel). What's wrong with me? Jenis-jenis bacaan yang dulu saya gemari, sekarang kok tampak tidak menarik ya? Bahkan komik pun, yang notabene sangat ringan untuk dibaca, saya ngerasa males. Apa yang harus kuperbuat?

    ReplyDelete