Wednesday, May 24, 2006

Buang Aja, Beres Kan?!

..., terhadap gagasan Wali Kota Bandung untuk menjadikan TPA Pasir Bajing di Kabupaten Garut sebagai tempat pembuangan sementara sampah Kota Bandung, Danny mengatakan, ‘Itu solusi darurat jangka pendek. Untuk jangka panjang, Bupati Garut, Bandung, dan Sumedang harus mencari lahan yang pas.’ ” (Kompas, 21/5/2006)

Terus terang, pernyataan Pak Danny (Danny Setiawan, Gubernur Jawa Barat) di atas membuatku bertanya-tanya. Beliau mengatakan bahwa untuk solusi jangka panjang mengenai sampah di Bandung, para petinggi di Bandung dan sekitarnya harus mencari lahan yang pas. Lahan yang pas? Kira-kira apa ya, maksudnya? Mudah-mudahan maksud beliau bukan “lahan yang pas untuk dibuangin dan ditimbunin sampah”.

Sampah? Buang aja, beres kan?! Ternyata enggak. Longsornya gunung sampah di TPA Leuwigajah beberapa bulan lalu jadi bukti. Itu kasus yang paling parah, sampai memakan korban jiwa segala. Masih ada dampak negatif lain yang gak terlalu kelihatan, pencemaran air tanah misalnya. Semua itu terjadi karena kita gak mau repot-repot mikir buat jangka panjang.

Aku inget waktu pelajaran IPS di SD dulu, Indonesia (atau Nusantara) digambarkan sebagai tempat yang sangat luar biasa. Letaknya strategis (“di antara dua benua dan dua samudera”), alamnya kaya dengan hasil bumi, iklimnya nyaman; intinya, bagaikan surga deh. Tapi, kenyamanan ini justru jadi pedang bermata dua. Alam udah nyediain semua yang kita butuhkan, jadi ngapain juga repot-repot.

Pasca longsornya gunung sampah di Leuwigajah, Papa cerita (karena cerita ini aku dapet dari sumber sekunder, mudah-mudahan aja gak terlalu terdistorsi) kalo tahun ’90-an lalu salah satu rekan kerjanya pernah bikin tanur pembakar sampah. Lalu, si rekan ini mencoba nawarin karyanya ke PEMDA, siapa tahu bermanfaat. Tau gak apa jawaban orang PEMDA? “Buat apa? Sampah mah tinggal dibuang ke TPA aja,”. Jelas, orang PEMDA ini gak mikir untuk jangka panjang. Dia gak mikir kalo suatu saat nanti, TPA bakal kepenuhan sehingga ada saatnya perlu nyari lahan baru. Aku yakin dia pasti gak memperkirakan kemungkinan terjadinya “krisis sampah” saat TPA penuh dan lahan baru untuk TPA belum ketemu juga. Mungkin yang ada di pikirannya, membeli lahan kosong untuk dijadiin TPA jauh lebih mudah dan murah. Jadi, ngapain juga repot-repot. Gimana ya perasaannya pas tau TPA Leuwigajah longsor? Gimana ya perasaannya kalo ngelihat kondisi Bandung sekarang?

Jadi, kesimpulan apa yang bisa kita ngambi dari omonganku di atas yang ngalor-ngidul? Sederhana aja, perkirakan dulu dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pilihan yang kita buat saat ini. Kalo pilihan kita berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar di masa datang, gak ada salahnya untuk “sedikit” memutar otak, “sedikit” kerja keras, atau “sedikit” ngeluarin biaya, daripada ntar menyesal.

2 comments:

  1. Anonymous9:49 AM

    Sampah...., padahal kalo penanganannya bener dari dulu-dulu, sampah itu bahkan bisa jadi lahan bisnis lo. Beneran, kalo ngga, ngapain dong kita (negara Indonesia) ngimpor sampah dr luar negeri (lupa euy negaranya, kalo ga salah Jepang deh)?
    Kalo ditangani dengan baik, misalnya pemisahan sampah, apakah termasuk sampah organik--yang bisa dibuang dengan cara ditimbun ke tanah, dan membuat tanah menjadi subur dan gembur, ga ada ruginya kan?, atau sampah yang masih bisa dipakai (re-use), atau diolah lagi--yang bagi seseorang adalah sampah, tapi bagi pihak yang lain mungkin berguna, dan sampah-sampah yang bisa didaur ulang--dengan begitu ga perlu terjadi penghamburan bahan baku (misalnya plastik, kertas, dll). Wah, kebayang ya betapa bergunanya sampah-sampah kita.
    Tapi tampaknya tidak semua orang menyadari manfaat sampah ini, jadi ya... setelah dipakai, buang aja. Akibatnya? Ya kaya kota Bandung ini, samaph menumpuk di mana-mana. Menurut saya penanganan sampah bukanlah mencari lahan baru untuk membuangnya, tapi bagaimana mengelolanya. Hanya saja cukup sulit untuk mendapatkan kesadaran dari orang-orang. Contoh nyata adalah, di ITB, sudah disediakan tempat sampah sesuai kategori sampah (sampah organik, sampah kertas, sampah plastik--yang akan memudahkan dalam pengelolaannya). Tapi apa yang terjadi? kalo kita melihat isi tempat sampahnya,... tetep ajasemua sampah menumpuk jadi satu, kayanya ga guna deh ada tempat sampah itu.

    ReplyDelete
  2. Anonymous4:00 PM

    ga tau ah Ren soalnya saya msh mual liat sampah d dkt rumah saya yg ga diangkutin smp skrg..Udh bingung mau nyalahin sapa soalnya hampir smua pihak bs dipersalahkan.Lagian percuma nyalahin orang jg toh pemerintah qta skrg ini udah 'kebal' sama yg namanya demo,kritikan,apalagi saran dr penduduk sih udh pasti ga bakal didengerin,boro2 menyadari manfaat sampah kali.
    Mungkin suatu saat..klo di depan rumah seorang pejabat terdapat tumpukan sampah setinggi 2m,trus dikerubungi lalat2,menyebarkan bau yg tdk sedap,smp akhirnya mengganggu kesehatan,merugikan dirinya sendiri,ga ada yg mau ngangkutin,mungkin saat itulah pejabat qta mlai membuka alam pikirannya terhadap nasib warga2nya.

    ReplyDelete