Sunday, April 01, 2007

Menjadi Manusia Pembelajar (Andrias Harefa)

Menjadi manusia pembelajar, menjadi manusia pembelajar, menjadi manusia pembelajar. Kata-kata itu terdengar (sebenernya sih tertulis) berulang kali di berbagai tempat sampe-sampe jadi terkesan klise (misalnya, “Salam, X, yang sedang berusaha menjadi manusia pembelajar”).

Tapi apa sih sebenernya yang dimaksud dengan “manusia pembelajar” itu? Akhirnya, aku berkesempatan juga untuk membaca buku “Menjadi Manusia Pembelajar” karya Andrias Harefa--buku yang, saking berpengaruhnya, judulnya sering banget dikutip orang.

Pada dasarnya, menurut Andrias Harefa, manusia pembelajar adalah seseorang yang senantiasa belajar tentang (learning about), belajar (learning to do), dan belajar menjadi (learning to be) manusia yang manusiawi. Manusia pembelajar adalah “manusia” (human being) yang belajar “menjadi manusia” (being human). Akibat kegagalan sebagian besar orang dalam melakukan hal (tidak menjadi manusia pembelajar) inilah yang, lagi-lagi menurut sang penulis, menjadi sebab carut-marutnya seluruh aspek kehidupan di Indonesia.

Pusing kan? Dijamin pusing. Kalo enggak, berarti kamu udah pernah baca bukunya dan gak perlu lagi baca tulisan ini :D. Si penulis sendiri butuh empat bab untuk menjelaskan kenapa kita perlu menjadi manusia pembelajar dan seperti apakah manusia pembelajar itu. Jadi, gak mungkin aku bisa menjelaskan semua itu hanya dalam satu paragraf.

Tapi, bisa disimpulkan bahwa manusia pembelajar adalah seseorang yang senantiasa berusahauntuk menjadi lebih baik. Caranya? Tentu saja dengan belajar: belajar memahami dirinya, belajar mengeluarkan/menggunakan potensi terbaik dalam dirinya--pokoknya terus belajar yang “baik-baik” sampai dia mati deh (gak usah memusingkan diri dengan perdebatan filosofis tentang “baik” deh; orang normal umumnya tau sendiri “baik” itu yang kayak gimana).

Penggemar buku-buku populer tentang psikologi dan manajemen diri harap siap-siap aja untuk kecewa karena buku ini tidaklah menawarkan petunjuk-petunjuk praktis atau yang semacamnya. Andrias Harefa menyatakan dengan jelas bahwa buku ini adalah intisari dari hasil pergelutan pribadinya. Ia menawarkan konsep yang dipercayanya, benar. Syukur-syukur kalo bisa mencerahkan orang lain. Tapi, setiap orang harus menemukan “jalan”nya sendiri untuk menjadi manusia pembelajar karena gak ada panduan umum yang berlaku untuk semua orang.

Sebaliknya, kalo gak suka atau gak setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam buku ini (atau gak setuju ama konsep “manusia pembelajar), gak perlu mencak-mencak dan menuntut agar sang penulis membuktikan klaimnya secara ilmiah--”Menjadi Manusia Pembelajar” memang bukan karya ilmiah kok.

Orang-orang yang berperasaan peka (atau sok peka) mungkin bakal terganggu dengan gaya bertutur Andrias Harefa yang tanpa tedeng aling-aling, bahkan adakalanya terkesan “kasar” (aku sih oke-oke aja, habis semua yang ditulisnya emang bener kok--gak mengada-ada).

Selain itu, paparan buku ini yang kadang terasa bertele-tele mungkin akan membuat orang cepet bosen (temenku Riri salah satu contoh nyatanya). Tapi gaya penulisan yang terkesan bertele-tele ini mungkin hanyalah cara Andrias Harefa untuk memperjelas maksudnya. Melihat banyaknya orang yang terinspirasi untuk memproklamirkan diri sebagai “manusia pembelajar” (atau orang yang mencoba menjadi “manusia pembelajar”), tampaknya maksud sang penulis telah tersampaikan.

0 comments:

Post a Comment