Saturday, March 17, 2007

The Heiké Story (Yoshikawa Eiji)

Penggemar karya sastra Jepang mungkin udah gak asing lagi dengan nama Yoshikawa Eiji. Karyanya yang paling terkenal, “Musashi”, dulu pernah diterbitin di Kompas secara bersambung dan bukunya udah diterbitin oleh Gramedia. Mengingat edisi terjemahan “Musashi” pertama kali diterbitin tahun 1980-an (kalo gak salah) namun ternyata bukunya masih dicetak ulang sampe sekarang, aku mengasumsikan bahwa “Musashi” emang cukup memikat hati penggemar buku di Indonesia (ya ampun, bahasanya!).

Tulisan ini bukan tentang “Musashi” tapi tentang karya Yoshikawa yang lain, seperti udah bisa ditebak dari judul tulisan ini, “Shin Heiké Monogatari” (atau diterjemahin dalam bahasa Inggris sebagai “The Heiké Story”). Kisah ini, seperti “Musashi”, berdasarkan pada kehidupan tokoh yang pernah hidup di masa lalu. Tokoh utama kisah ini adalah Heiké no Kiyomori (atau Taira no Kiyomori), seorang samurai yang hidup sengsara di masa mudanya namun berhasil membawa klan Heiké menjadi salah satu keluarga militer paling berpengaruh di Jepang pada abad ke-12.

Ada beberapa alasan kenapa aku suka banget buku ini. Pertama, karena penceritaannya yang baik. Mungkin setiap orang punya penilaian sendiri mengenai bagaimana penceritaan yang baik (atau yang tidak baik) itu. Nah, kalo menurutku, penceritaan yang baik adalah cara bercerita yang bikin kita terlarut di dalamnya sekaligus membuat kita gak pingin berhenti menyimak cerita tersebut. Paparan dalam buku ini cukup rinci sehingga kita bisa ngebayangin setiap kejadian, keadaan sekitar, maupun kondisi psikologis yang dialami para tokohnya. Namun, paparan tersebut juga gak terlalu bertele-tele sehingga gak bikin bosen.

Kedua, karena aku emang tertarik dengan cerita yang berlatar belakang sejarah. Aku suka cerita macam itu karena bisa memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan orang di masa lalu: bagaimana cara mereka menjalani kehidupan, memandang segala sesuatu, dll. Aku juga bisa lebih memahami alasan di balik suatu tindakan yang, kalo dilihat dari sudut pandangku dan orang lain saat ini, kebangetan. Misalnya, membunuh lawan dan bahkan keluarga sendiri tanpa ampun, rela jadi wanita simpanan orang yang membunuh “suami”nya sendiri, dll.

Ketiga, karena bahasanya gak sulit dimengerti. Sebagai orang yang bahasa sehari-harinya bukan bahasa Inggris, wajar dong kalo tingkat kesulitan bahasa mempengaruhi ketertarikan kita terhadap suatu bahan bacaan. Secara umum sih, bahasa Inggris yang dipake gak terlalu sulit. Jadi semua orang yang udah pernah dapet pelajaran bahasa Inggris di SMA harusnya gak akan terlalu kesulitan memahami buku ini.

Sayangnya, “The Heiké Story” yang kubaca ini bukanlah terjemahan lengkap dari “Shin Heiké Monogatari”. Buku yang kubaca diakhiri dengan “adegan” kaburnya Yoshitsuné (anak dari “musuh” Kiyomori) dari pengasingan. Padahal, kalo menyimak dari judulnya, bisa diperkirakan bahwa cerita ini harusnya diakhiri saat meninggalnya Kiyomori atau anggota terakhir keluarga Heiké yang tersisa (Tokuko, anak perempuan Kiyomori yang sekaligus juga ibu dari Kaisar Antoku).

Selain itu, ada bagian yang diringkas dan sub-plot yang dihilangkan (tentu saja dengan seizin Yoshikawa sensei). Soalnya kalo diterjemahin seluruhnya maka dikhawatirkan akan membuat pembaca (yang tentunya bukan orang Jepang dank arena itu tidak akrab dengan kisah keluarga Heiké) bingung. Alasan yang bisa dimengerti. Dengan versi yang sekarang aja aku harus banyak melakukan pengecekan ulang ke panduan tokoh di bagian awal buku; habis tokohnya banyak banget sih, apalagi ada yang namanya mirip-mirip (contohnya: Yoshitomo, Yoritomo, Yoshihira, Yorimori, dll). Tapi, sebenernya aku gak keberatan. Masalahnya, dengan mereduksi beberapa bagian, ada beberapa tokoh yang “menghilang” (gak disinggung-singgung lagi dalam cerita dan gak jelas keberadaannya).

Terlepas dari beberapa “kekurangan”, aku sangat merekomendasikan buku ini--terutama untuk teman-teman yang tertarik dengan sejarah dan kebudayaan Jepang. Kalo mo pinjem juga boleh kok, tapi jaga baik-baik ya ! ^_^

Catatan: Makasih banyak untuk Kiki yang udah berbaik hati memberikan buku ini sebagai hadiah.

0 comments:

Post a Comment