Thursday, April 20, 2006

Tantangan

Kira-kira setahun lalu (setahun setengah sih, sebenernya), ada kejadian yang cukup menarik. Waktu itu, aku gak sadar kalo hal itu menarik. Baru-baru ini aja aku nyadar kalo kejadian itu sebenernya cukup menarik. Setahun lalu, sebagian besar teman-teman seangkatanku (termasuk aku juga sih) lagi heboh nyari topik buat Tugas Akhir. Aku gak tau gimana menurut orang lain, tapi bagiku topik TA ideal adalah yang bukan saja menarik, tapi juga gampang dilakukan alias gak ribet. Intinya sih, yang gak bikin kening berkerut deh.

Nah, salah seorang temenku, Fenny (he, he, he, sori ya Fen, kalo kamu kebetulan baca tulisan ini), punya ide gemilang untuk membuat lipgloss dari lidah buaya. Kedengarannya sih emang menarik. Tapi, setelah ngobrol-ngobrol dengan orangnya, aku berkesimpulan kalo topik tersebut, meskipun menarik, susah buat dikerjain. Tentu saja, aku secara terbuka mengutarakan kesimpulanku itu kepada Fenny. Tahu gak, apa jawabannya? “Gak masalah, justru susahnya itu yang menantang,” itu kata Fenny (kurang lebih). Satu hal yang terlintas di pikiranku saat itu: Keren! Emang sih, Fenny orangnya pinter banget (banget!). Jadi, melakukan hal yang susah gak masalah buat dia.


Bulan Desember tahun lalu, aku bergabung dengan komunitas virtual bernama “Virtual Hogwarts” (biasanya disebut HOL; kalo mau liat-liat, alamatnya di
www.hol.org.uk). Dari namanya, mungkin udah bisa ditebak kalo komunitas ini terinspirasi dari Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry yang ada di buku Harry Potter. Di HOL, kita bisa mengambil kelas-kelas tertentu (kayak sekolah), main Quidditch, atau ikutan turnamen “sihir”. Sama seperti kelas-kelas di sekolah pada umumnya, para guru di HOL juga memberikan PR. Harus diakui, PRnya lumayan susah: butuh pengetahuan umum, logika, imajinasi, dan kreativitas (meskipun gak bisa dibandingin sama susahnya TA sih :>).

Anehnya, meskipun susah dan ngerjainnya makan waktu (bayangin, bersusah payah untuk sesuatu yang gak mempengaruhi hidup kita secara langsung), aku merasa tertantang untuk mengerjakannya. Aku, orang dengan motto “Kalo ada yang gampang, ngapain nyari yang susah”, ngerasa tertantang untuk mengerjakan sesuatu. Kejadian ini kemudian bikin aku teringat dengan obrolanku beberapa bulan sebelumnya dengan Fenny. Obrolanku dengan Fenny akhirnya menjadi menarik karena bikin aku sadar kalo ternyata, kesulitan dan tantangan itu pada dasarnya sama aja. Bikin lipgloss dari lidah buaya bagi Fenny merupakan tantangan karena dia suka. Aku menganggap bikin lipgloss lidah buaya susah karena aku kurang suka ngerjain hal yang begituan.


Pantesan aja, teman-temanku ada yang niat banget ikutan lomba kreativitas mahasiswa dan kepikiran untuk membuat bakso kapur atau anti-nyamuk dari daun babandotan beraroma pandan segala. Harus riset lapangan lah, nyari data pustaka lah, belum lagi meluangkan waktu untuk nyusun proposalnya. Padahal, tugas kuliah aja udah lumayan merepotkan. Belum lagi kalo mereka ikutan kegiatan eksul. Tapi, mereka tetap semangat untuk ngerjainnya. Kemungkinan besar karena mereka suka, jadi hal yang tampak susah pun mereka anggap sebagai tantangan, bukan kesulitan.


Ada pepatah bilang, “Tak kenal maka tak sayang”. Kalo kita gak mengenal sesuatu dengan mendalam, gak tau manfaatnya, bakalan susah untuk menyukai hal tersebut. Anehnya, aku udah kuliah sepuluh semester (!) tapi tetap aja gak tertarik sama yang kupelajari. Padahal bidang yang kupelajari ini benar-benar bermanfaat (banyak kegunaan praktis untuk kehidupan sehari-hari lah). Gak benci sih, tapi kalo ngebayangin harus kerja di bidang yang “nyambung” sama yang kupelajari sekarang, aku langsung ngerasa gak semangat. Tampaknya ribet dan membosankan. Antusiasmeku kalah jauh dibandingkan dengan teman-teman yang lain.


Aku tahu ada orang yang berpendapat kalo ketertarikan bisa ditumbuhkan. Saat ketertarikan itu sudah timbul, bakal lebih gampang menyikapi kesulitan sebagai sebuah tantangan. Dan mungkin pendapat ini memang ada benarnya. Tapi, aku gak percaya kalo ini bisa diterapkan pada sesuatu yang berlangsung dalam jangka panjang. Memupuk rasa tertarik terhadap TA yang dikerjain selama 2-4 semester, misalnya. Tapi untuk sesuatu yang akan dilakukan dalam jangka waktu yang jauh lebih lama, karir misalnya, aku gak yakin bisa berhasil. Dalam kasusku, kalo aku ngotot kerja di jalur ini, kayaknya aku bakalan cepet bersungut-sungut kalo dapet masalah.


Jadi, mudah-mudahan aja kalo udah lulus nanti aku bisa menjauhi kesulitan dan menyongsong tantangan. Alias, ngerjain hal yang aku suka. Aamiin!


Catatan: Mohon maaf untuk semua orang yang nama dan hasil karyanya disebut dalam tulisan ini (Fenny, Nur, Abdul, Febby, Ida; ada yang lain lagi?). Sama sekali gak ada maksud untuk melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual maupun pelanggaran Hak Milik.

2 comments:

  1. Anonymous8:54 AM

    Ahahahaha, ya.... tulisan ini emang kerasa "lebih Reni". Bukan cuma temanya aja, tapi pemilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan juga. Terus terang saya salut banget ama orang yang senang akan tantangan, termasuk orang-orang yang udah disebutin ama Reni. Dan pengen belajar juga buat menyukai tantangan. Waktu ngerjain soal eneagram, hasilnya,..... saya sama sekali bukan tipe pejuang (memalukan hehehe). Saya rasa, kalo tantangan itu dibawa enak, hasilnya kita ga akan merasa susah dalam hidup dan siap menghadapi segala cobaan (cieeh). Sebagian besar orang mungkin akan menyukai tantangan apabila tantangan itu emang merupakan bidang yang dia suka. Misalnya orang yang suka nyanyi, bakal ga keberatan tuh kayanya kalo disuruh ikutan ajang kontes nyanyi. Tapi orang yang suka akan segala tantangan..... wah, susah banget tuh nyarinya. Saya pikir orang kaya gitu biasanya orang yang tangguh. Gimana pun juga, hidup emang tantangan. Cuma, banyak orang yang lebih milih cari aman (termasuk saya kali ya?)

    ReplyDelete
  2. Anonymous9:04 AM

    I say briefly: Best! Useful information. Good job guys.
    »

    ReplyDelete