Sunday, April 09, 2006

Sepanjang Jalan Kenangan

Pernah ngerasa penasaran gak, kenapa suatu jalan diberi nama tertentu? Misalnya, kenapa Jalan Soekarno-Hatta dikasih nama Soekarno-Hatta, kenapa Jalan Buah Batu dikasih nama Buah Batu, dan seterusnya? Kalo pernah terjadi peristiwa penting atau ada kondisi tertentu di suatu lokasi, menamai suatu jalan menjadi lebih gampang. Contohnya Jalan Asia-Afrika di Bandung yang dinamai seperti itu karena Gedung Merdeka, tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, berlokasi di jalan ini. Atau Jalan Dago (nama resminya sekarang Jalan Ir. H. Juanda), yang dulu menjadi tempat “ngadagoan” (artinya menunggu, dalam basa Sunda) delman. Masyarakat dulu menunggu delman bareng-bareng di daerah Dago karena wilayah ini dulu masih berupa hutan. Kalo nungguinnya sendirian, mereka takut karena ada resiko serangan perampok atau harimau.

Oke, menamai jalan emang gak gampang. Gak gampang karena PEMDA (atau siapapun yang bertugas untuk itu) gak bisa sembarangan. Dia gak bisa seenaknya aja menamai jalan berdasarkan namanya sendiri, misalnya. Intinya sih, nama jalan itu harus bisa diterima oleh semua orang. Mungkin itu juga sebabnya kenapa jalan-jalan utama di Indonesia sering dinamai berdasarkan pahlawan nasional, peristiwa bersejarah, kerajaan zaman dulu, hal-hal kayak gitu lah. Mungkin supaya lebih “netral” dan bisa diterima semua orang.

Inilah sebabnya, kenapa jalan-jalan tersebut secara tidak langsung berperan sebagai dokumen sejarah, mendokumentasikan berbagai hal yang pernah terjadi dalam perjalanan bangsa Indonesia, keadaan alam maupun keadaan sosial-politik di tempat yang bersangkutan. Namanya juga dokumentasi, sama seperti foto, nama-nama jalan itu bisa membawa kenangan manis, sekaligus juga menimbulkan emosi lain yang tidak menyenangkan.

Kalo ngambil contoh Jalan Asia-Afrika, rasanya keren juga ngebayangin Bandung pernah jadi tuan rumah untuk acara sebesar itu. Apalagi mengingat kedudukan Indonesia saat itu sebagai negara yang disegani di dunia internasional. Tapi kalo kita lihat keadaan sekarang, sedih jadinya. Soalnya, boro-boro disegani, kayaknya negara kita ini jadi bahan bulan-bulanan melulu. Selain itu, cita-cita mulia KAA untuk membebaskan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dari penjajahan juga belum sepenuhnya terwujud. Emang sih, negara-negara Asia-Afrika udah merdeka secara fisik. Tapi secara ekonomi, bisa dibilang sebagian besar (termasuk Indonesia) masih berada dalam cengkeraman penjajah.

Untuk Jalan Dago, emang sih, sekarang Dago punya nama yang lumayan tenar. Bukan hanya di Bandung, tapi juga di kota lain. Buktinya, Jalan Dago di hari Sabtu dan Minggu selalu dipenuhi oleh mobil-mobil berpelat B. Tapi, gak terbayangkan bahwa Dago dulu pernah dihuni oleh spesies harimau Jawa, yang sekarang mungkin udah punah. Ditambah fakta bahwa pembabatan hutan sekarang terus berlangsung di kawasan Bandung Utara yang seharusnya menjadi daerah resapan air untuk kota Bandung. Agak ironis juga, mengingat sejarah geografisnya.

Sama seperti alat dokumentasi lainnya, entah itu film, foto, atau koran, nama-nama jalan gak akan ada artinya kalo sekedar jadi nama jalan. Bingung kan? Maksudku, seberapa berharga suatu dokumentasi bergantung pada orang yang mengapresiasinya. Kalo cuma dilihat-lihat aja, gak akan ada artinya. Dokumentasi itu baru akan berarti kalo ditindaklanjuti. Seandainya ngelihat foto gedung-gedung di kota Bandung tempo dulu bikin kita semangat untuk membantu proses restorasi gedung kuno, atau bahkan sekedar munculin ide untuk mendirikan factory outlet bertema kuno, itu bagus! Sama aja dengan kasus jalan-jalan itu, misalnya jadi lebih peduli tentang pelestarian lingkungan setelah tahu sejarah Jalan Dago. Kalo cuma bikin kita bilang, “Wow, keren!”, gak ada bedanya apakah kita menyadari kenangan di balik nama-nama jalan itu atau enggak.

Akhir kata, selamat jalan-jalan!

3 comments:

  1. Anonymous1:34 PM

    hehe..sy ini t'masuk orang yg ga prnh mikirin arti nama dbalik sebuah jalan..Yaahh Yg penting si bisa dilewatin sy udah ckp b'syukur ko.Ga peka ya...

    ReplyDelete
  2. Anonymous8:40 AM

    Baca blognya reni yang berbahasa Indonesia ini,mmmmmm. Ternyata emang agak berbeda ya ama blog yang bahasa inggris. Yang ini rasanya "kurang Reni".... Terutama baca yang nostalgia bla bla, kok rasanya bukan reni ya yang nulis?cuman tetep asik sih soalnya tema yang diusung(ciee)adalah tema ringan sehari-hari. BTW, ngomong-ngomong soal nama jalan. Sepertinya nama jalan itu dibikin kaya cluster ya? Soalnya ada wilayah yang nama jalannya dari negeri pewayangan kaya jalan Bima, Arjuna, Pandawa, dll. Trus ada yang diambil dr nama ikan (Gurame, Mujaer, dll), cabang ilmu (farmakologi, klimatologi dll), planet (merkurius, saturnus, pluto), dan banyak lagi. Jadi bertanya-tanya juga sih, kira-kira gimana ya asal-usul pemberian nama jalan itu?dan siapa juga yang ngasih nama? hhhmmmm

    ReplyDelete
  3. Anonymous9:03 AM

    What a great site, how do you build such a cool site, its excellent.
    »

    ReplyDelete