Wednesday, October 14, 2009

Obrolan tentang Identitas

Berkat kebaikan hati seorang teman, aku berkesempatan ikut ngobrol-ngobrol bareng Hari Kunzru. Padahal, acara ini khusus undangan...cenah. Makasih ya, Na. Jadi, gak enak. (Atau malah enak?! ;p)

Singkat cerita, Pak Kunzru ini teh penulis berkewarganegaraan Inggris. Ibunya orang bule Inggris dan bapaknya orang India asal Kashmir (kayak Katrina Kaif nggak sih?!). Melihat latar belakangnya, gak aneh ketika kemudian dia penasaran dengan konsep "identitas", "ras", "kemurnian", dan sebangsanya. (Tumbuh besar sebagai anak berdarah "campuran" di wilayah konservatif kota London tidaklah mudah; kayaknya sih gitu.) Dan jadilah dia pengarang yang mengeksplorasi tema seputar identitas dalam novel-novelnya.

Dan karena latar belakangnya seperti itu, wajar kalo Pak Kunzru lebih tertarik dengan identitas transnasional--sesuatu yang mempersatukan semua orang, gak peduli di mana dia tinggal, apa keyakinannya, apa warna kulitnya, dsb. Oke lah, Pak, saya mengerti maksud Anda. Kita memang beda-beda, tapi terus kenapa? Maksud Anda begitu, kan?!

Nah, aku sendiri tidak pernah gelisah gara-gara "identitas", seandainya yang dimaksud "identitas" di sini adalah label yang dilekatkan seseorang pada dirinya, penyama sekaligus pembeda. (Misalnya: saya Muslim, jadi saya sama dengan orang-orang yang shalat dan mengaji dan mengimani Allah sebagai satu-satunya ilah, tapi saya gak sama dengan orang Kristen dan Hindu dan Buddha.) Mungkin karena aku tinggal di tengah-tengah masyarakat yang relatif homogen. Mungkin karena slogan Bhinneka Tunggal Ika sudah melekat dalam pikiranku (Sunda, Jawa, Batak, Minang,Bali, Sasak, Banjar, Dayak, dsb gak jadi soal). Mungkin karena aku bukan anggota kelompok minoritas yang terus-menerus dipertanyakan ke-Indonesia-annya.

Yang lebih mengusik pikiranku adalah "identitas personal" , kalo yang seperti itu memang ada. Siapa aku sebenarnya? Apa yang membuatku unik sebagai individu? Apa yang membedakanku dengan manusia-manusia lain? Tahu kan, kayak gen atau sidik jari atau sidik retina, tapi lebih menyeluruh. Harap dimaklumi, aku memang individualis (baca: antonim "kolektivis", bukan antonim "egois"). Aku bener-bener ngeri waktu membayangkan diriku sebagai makhluk yang keberadaannya di dunia ini tergantikan.

Ngalor-ngidul sepanjang ini, apa sih maksudku? Entah ya. Tapi, inilah yang kuyakini. Identitas adalah sesuatu yang kita pilih, titik. Dan manusia senantiasa tercabik-cabik antara keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok dan keinginan untuk menjadi istimewa. Gitu deh.

0 comments:

Post a Comment