Saturday, July 25, 2009

Kesusahan (Bukan) untuk Ditonton

Program-program seperti Uang Kaget, Lunas, atau Tolong mungkin tidak asing bagi para penonton televisi. Meskipun tidak termasuk tayangan yang dinilai buruk menurut hasil rating alternatif Yayasan Sains Etika dan Teknologi, toh banyak juga yang mengecam acara-acara tersebut karena dianggap menjual kemiskinan dan kesusahan orang lain. Produser boleh berkilah bahwa acara itu mereka buat karena mengingatkan bahwa masih banyak orang susah di luar sana. Tapi, tidak salah juga seandainya ada yang dengan sinis mengatakan bahwa--terlepas dari tujuan "mulia" tersebut--ujung-ujungnya pihak produserlah (rumah produksi, stasiun televisi) yang paling diuntungkan. Sementara itu, kehidupan orang-orang yang mereka "bantu" dalam acaranya tetap tidak berubah pada akhirnya.

Nah, kalau begitu, apa bedanya tindakan para produser TV itu dengan perilaku "menonton kesusahan" yang ditunjukkan orang-orang kebanyakan? Lihat saja apa yang dilakukan orang-orang ketika terjadi bencana Situ Gintung. Alih-alih datang untuk menolong para korban, banyak yang justru mampir sekadar untuk melihat-lihat lokasi kejadian. Coba pikir--layakkah itu?

"Fenomena" yang sama dapat disaksikan lagi setelah pengeboman di Hotel J. W. Marriott dan Ritz Carlton Jumat lalu. Dua orang yang terlibat proses evakuasi mengatakan mereka kesulitan membawa para korban dari TKP karena di sekitar sana banyak orang yang menonton. Dan kemarin di TV ada seorang ibu yang menyorongkan kamera digitalnya untuk memotret lobi hotel yang porak poranda. Pantaskah itu?

Yang gak kalah bikin sebel adalah aksi para wartawan foto dan kamerawan yang mengerumuni para korban saat masing-masing dipindahkan dengan kursi roda atau brankar. Waktu aku sakit demam berdarah kemarin, aku gak pingin ketemu siapa pun karena aku gak mau dilihat orang dalam keadaan loyo dan payah. Jadi, kubayangkan perasaan para korban bom pasti berkali-kali lipat lebih dahsyat daripada perasaanku. Dan di saat rapuh seperti itu, para wartawan justru mengerubungi mereka bagaikan burung pemakan bangkai. Walaupun tindakan mereka punya pembenaran karena ngejar-ngejar objek yang layak diambil gambarnya emang tugas mereka, aku toh tetap merasa geram.

Pertanyaannya, apa bedanya "eksploitasi", "menggugah kepekaan sosial masyarakat", dan "memuaskan rasa penasaran" dalam kasus di atas? Karena bagiku, rasanya kok gak ada bedanya ya?!

Catatan: Kuucapkan turut berduka cita untuk para korban dan keluarganya. Semoga arwah para korban yang tewas diterima di sisi-Nya dan mudah-mudahan mereka yang cedera segara pulih secara fisik maupun mental, aamiin. Karena MU gak jadi dateng, aku justru jadi bisa lebih bersimpati pada mereka. Serius!

0 comments:

Post a Comment