Friday, May 03, 2013

Merunut Pantura

Semasa kecil dulu, hampir tiap tahun menjelang Lebaran keluargaku mudik via jalur Pantura ke kota kelahiran ortu di Jawa Timur. Meskipun perjalanan kami kerap kali dimeriahkan rengekan adikku yang ingin muntah atau kepanasan, juga keluh kesah Papa yang pegal menginjak rem kala mobil kami terjebak macet, mudik tetap saja menjadi momen yang kami nanti-nantikan.

Tanpa bermaksud mengecilkan makna silaturahmi, mungkin yang paling asyik bagiku dan adik-adikku bukanlah pertemuan dengan kerabat, melainkan pernak-pernik perjalanan itu sendiri: semerbak aroma ikan yang menandakan bahwa kami sudah mendekati Cirebon, timbunan bawang merah di pinggiran Brebes, hamparan sawah dan lahan hijau yang sesekali diselingi bangunan soliter, suasana angker di Alas Roban, menginap di hotel (kesempatan langka), makan unggas raksasa yang sepertinya-sih-bukan-ayam-tapi-bebek di Kudus, mampir untuk sholat di Masjid Raya Demak yang bersejarah.

Singkat kata, kenangan indah itu membuatku ingin kembali menjajal Pantura. Sekadar untuk bernostalgia!

Saturday, September 01, 2012

Sarapan Ala Turki

Aku lapar. Tapi karena malam-malam begini nggak boleh makan (nanti nggak tercerna dengan baik lho), mending ngomongin makanan aja.

Sewaktu pelesir ke Turki, aku beberapa kali dapat sarapan di penginapan. Menunya kurang-lebih seperti ini:
  1. Roti, dikasihnya sekeranjang penuh, untuk dinikmati sesukanya. Kalau untuk satu orang Indonesia seukuran aku, dijamin nggak bakalan habis. Rotinya buatan rumah (paling enggak buatan toko roti lah, bukan keluaran pabrik kayak di Indonesia), teksturnya lebih kasar daripada yang biasa kita jumpai di sini.
  2. Buah zaitun. Ternyata buah zaitun itu asam! (Maaf, sebelumnya saya tidak tahu.)
  3. Telur rebus, tentu saja disertai penyedap rasa yang biasa--duo garam dan merica.
  4. Selai ceri dan stroberi, mentega (bukan margarin!), keju. Aku pernah "apes"--keju yang kuambil rupanya keju kambing, bukan keju sapi. Baunya! (Mohon ampun kepada penggemar kambing.)
  5. Yoghurt kental tanpa gula. Berkat makanan/minuman semisolida ini, Anda tidak perlu khawatir dirundung sembelit selama di Turki.
  6. Teh. Orang Turki suka sekali minum teh. Orang Jawa juga, ya?
Barangkali Anda tidak percaya, tapi sajian sesedikit itu sudah lebih dari cukup untuk mengenyangkan perut!

Monday, August 27, 2012

Jalan-jalan Itu . . . .

  • Bukan untuk mendongkrak status
  • Bukan buat foto-foto supaya bisa dipamerin di Flickr, Facebook, dll
  • Juga bukan untuk menambah koleksi cap di paspor
tapi . . .
  • Untuk mengasah kepekaan
  • Untuk belajar tentang diri sendiri dan sekitar kita

Sunday, August 26, 2012

Kapok Chick-Lit

Suntuk. Pingin supaya target bacaan tahun ini segera tercapai. Ya udah, baca chick-lit aja deh, begitu pikirku.

Mulanya sih seru. Ceritanya mengalir, isinya mudah dicerna. Tapi lama-kelamaan, aku jadi jengkel. Kok gini?

"Gini" yang kumaksud:
  • Mengumbar merek dan kemewahan
  • Pakaian selalu dideskripsikan secara mendetail, tapi setting-nya--cuma sekilas. Contoh: Waktu tokoh utama berkunjung ke Paris, barang bawaannya dijabarkan satu-satu, tapi suasana di Paris hanya disinggung selintas. (Paris gitu loh! Kenapa si penulis nggak menggambarkan arsitektur atau keramaian kota?--yang seharusnya menarik)
  • Waktu ketemu cowok cakep, si tokoh utama pasti (1) deg-deg-an; atau (2) horny; atau (3)dua-duanya
  • Aktivitas yang dilakukan para tokoh sepanjang cerita: 1) makan malam di restoran mahalan; 2) belanja; 3) mendatangi acara penggalangan dana yang dihadiri kalangan jetset. Maaf, memangnya nggak ada kerjaan lain?
Begonya aku. Memang chick-lit seperti itu, 'kan? Dangkal dan membosankan.

Tuesday, August 21, 2012

Tentang Indonesia

Sebenarnya aku ingin menulis tentang ini:
  • Beda masa lalu, beda masa kini (Indonesia vs Malaysia)
  • Demonifikasi Belanda, mengesampingkan peranan "agen pribumi" dalam penjajahan Belanda
  • Kecenderungan mengagung-agungkan warisan kolonial karena nggak paham sejarah Nusantara secara menyeluruh (contoh: Belanda itu jago administrasi, pakar arsitektur, "zaman normaal dulu lebih enak", dsb)
tapi nggak tahu cara merumuskannya. Ada ide?

Saturday, August 18, 2012

Alay vs Hipster

Menurut seorang dosenku, paling mudah mendefinisikan sesuatu dengan cara menegasikannya. Misalnya: Pancasilais = bukan Komunis, bukan Kapitalis. Kebayang kan?

Didasari pemikiran tersebut dan kekurangmafhumanku terhadap fenomena (!) yang disebut "alay" dan "hipster" (apa itu alay? apa itu hipster?), lahirlah tabel perbandingan yang sangat nggak penting berikut ini.

Alay Hipster
Motto Yang penting mainstream Yang penting beda
Strata sosial Kelas menengah ke bawah Kelas menengah ke atas
Bahasa pergaulan B4hasa 4l4Y Bahasa Inggris atau In-lish (gado-gado Inggris-Indonesia)
Musik yang digemari Pop/rock melayu gitu deh Pokoknya buah karya musisi indie
Mainan kesukaan Hape berkamera Kamera Lomo
Tempat favorit di dunia maya Facebook Tumblr

Friday, June 15, 2012

Begini, Bung!

Hahhhh! Kenapa sih komentator sepak bola di TV suka sekali mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris? Andaikan istilah tertentu memang nggak punya padanan dalam bahasa Indonesia, wajar lah. Tapi ini 'kan ada!

Singkat kata, karena aku ini maniak (sepak bola) dan kurang kerjaan, lahirlah daftar berikut ini: istilah-istilah yang ada padanannya dalam bahasa Indonesia, tapi sering kali di-Inggris-kan oleh komentator. Jadi, kali lain Bung Roni/Bung Tomi/siapalah mengucapkan "Scrimmage", Anda bisa berteriak dan berkata "Kemelut, $@#%%! Kemelut!"

corner kick: sepak pojok/tendangan penjuru

cross: umpan silang/umpan tarik

dribble: gocek/olah bola

extra time: perpanjangan waktu

free kick: tendangan bebas

goal kick: tendangan gawang

injury time/added time: waktu tambahan

long pass: umpan lambung

scrimmage: kemelut

set piece: bola mati (sebenernya sih kurang pas, tapi bisa dipake)

tackle: jegal

throw-in: lemparan ke dalam

Ada lagi?